Jadilah Pemimpin Yang Bertanggung Jawab
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alas an yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)..? (Q.S. An-Nisa ayat 144).
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah kepemimpinan (leadership). Hal ini, disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena Islam memandang bahwa manusia pada dasarnya adalah pemimpin, yaitu wakil Allah SWT di muka bumi, khalifatullah fi al-ardh (QS. Al-Baqarah [2]: 30). Dalam hadis shahih, Rasulullah saw menegaskan bahwa setiap orang (kamu) adalah pemimpin:
Setiap kamu adalah pemimpin, dan harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya; seorang imam (kepala Negara) adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. (HR. Bukhari dari sahabat Ibn Umar).
Dalam hadis lain, Rasulullah bahkan memberikan intsruksi (arahan), bahwa apabila tiga orang dalam perjalanan atau bepergian, maka hendaklah ditunjuk salah seorang dari mereka sebagai imam atau pemimpin.
Kedua, manusia sebagai makhluk social tidak akan berkembang dengan baik, tanpa kepemimpinan yang kuat dan mencerahkan (the inspiring leader). Menurut sosiolog Muslim Ibn Khaldun, ada 2 hal yang sangat diperlukan suatu masyarakat, (1), norma-norma hukum, dan (2), kepemimpinan (pemimpin) yang kuat. Kedua hal ini menjadi syarat mutlak lahirnya masyarakat yang beradab dan berbudaya tinggi. Tanpa keduanya, suatu masyarakat akan mudah terseret ke dalam perpecahan dan permusuhan yang berkepanjangan (chaos).
Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah karena pemimpin menjadi salah satu factor penentu kemajuan (dan juga kebangkrutan) suatu masyarakat atau bangsa. Dalam adagium Arab ada ungkapan yang amat terkenal, yaitu: Manusia akan mengikuti agama raja-raja mereka
Bertolak dari latar belakang pemikiran di atas, maka soal kepemimpinan, termasuk di dalamnya memilih pemimpin menjadi hal yang sangat penting dalam pandangan Islam.
Pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam lingkungan organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan disegani oleh bawahannya. Kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership). Kepemimpinan formal terjadi apabila dilingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.
Definisi Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan menurut Rost adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Menurut Danim kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Yukl kepemimpinan didefinisikan sebagai proses-proses mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas kerja untuk mencapai sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork, serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi.
Aktivitas kepemimpinan memang sangat penting dalam suatu organisasi, di mana pentingnya pemimpin dan kepemimpinan yang baik telah diuraikan oleh Mohyi sebagai berikut:
a. Sebagai pengatur, pengarah aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan.
b. Penanggung jawab dan pembuat kebijakan-kebijakan organisasi.
c. Pemersatu dan memotivasi para bawahannya dalam melaksanakan aktivitas organisasi.
d. Pelopor dalam menjalankan aktivitas manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengelolaan sumber daya yang ada.
e. Sebagai pelopor dalam memajukan organisasi dll.
Hakekat Kepemimpinan
Kepemipinan (leadership) merupakan salah satu variable penting dalam kehidupan umat, bahkan menjadi factor penentu (determinant factor) kemajuannya. Menurut Imam Ghazali, hakekat kepemimpinan adalah pengaruh, yakni kedudukan seseorang di mata dan di hati umat (maqamuka fi qulub al-nas). (Ihya’ `Ulum al-Din, Tanpa Tahun, jilid 3, h. 45). Tanpa pengaruh, seorang tak dinamakan pemimpin meskipun ia secara formal memiliki dan memangku jabatan penting dalam pemerintahan, organisasi, maupun korporasi (perusahan).Tak adanya pengaruh ini diidentifikasi oleh Jeremie Kubicek sebagai matinya kepemimpinan, dalam bukunya yang kesohor, Leadership is Dead: How Influence is Reviving It!. (Jeremie Kubicek, New York, Howard Book, 2011), h, 12 dst.).
Hakekat kepemimpinan, seperti telah disinggung, tak lain adalah pengaruh. Kepemimpinan adalah proses induksi [memengaruhi] orang lain agar bertindak menuju atau mencapai tujuan umum (the process of inducing others to take action toward a common goal). (Roland J Burke dan Cary L Coper, Inspiirng Leader, New York: Routledge, 2006, h. 6) atau tindakan memengaruhi orang lain agar mereka secara sukarela mencapai tujuan organisasi (influencing others to voluntarily pursue organizational goals). Pengertian lain, seperti dikemukakan Fred Smith, kepemimpinan adalah upaya memengaruhi orang lain agar mereka secara sadar melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan (Leadership is getting someone to willingly do what they don’t want to do). (Charles A Rarick, Leadership and Motivation in the New Century,Florida: Barry University, tt. h.2).
Bertolak dari hakekat kepemimpinan ini, maka pemimpin yang efektif dan memuaskan, menurut John Zinger, adalah pemimpin yang inspiring [inspirasional] dalam arti mencerahkan dan menggerakkan orang lain mencapai kemajuan dan kemuliaan. Untuk itu, dalam pandangan Islam, kepemimpinan yang efektif dan mencerahkan itu, harus ditunjukkan paling tidak dalam tiga hal, yaitu: (1) pelayanan (khadamat), (2), kedekatan dan komunikasi alias keterhubungan dan ketersambungan dengan kepentingan rakyat (al-tabligh wa al-bayan), dan (3), keteladanan (qudwah hasanah).
Kriteria Pemimpin
Seorang pemimpin, dengan sendirinya, perlu memiliki syarat-syarat kepemimpinan yang kuat. Secara umum, seorang pemimpin, harus memiliki 4 sifat, yaitu: (1), memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas. Pemimpin tidak boleh bodoh. (QS. Al-Baqarah [2]: 269). (2), memiliki akhlak yang mulia dan keluhuran budi pekerti, (QS. Al-Qalam [68]: 4), karena pemimpin adalah teladan atau Role Model (QS. Al-Ahzab [33]: 21). (3), memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat (responsible dan accountable, amanah). (QS. Al-Nisa [4]: 58), dan (4), dapat mengkomunikasikan ide dan gagasan besarnya serta mampu mewujudkannya dalam kenyataan (QS. Al-Sya`ara’ [26]: 84).
Kepemimpinan dalam Islam
Kepemimpinan dalam pandangan Islam merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertikal-moral, yakni tanggung jawab kepada Allah SWT di akhirat. Kepemimpinan sebenarnya bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tetapi merupakan tanggung jawab sekaligus amanah yang amat berat dan harus diemban sebaik-baiknya. Hal tersebut dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-Mu’minun:
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji mereka dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-Mukminun 8-11)
Selain dalam Al Qur’an Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam Haditsnya agar dapat menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun dihadapan Allah SWT. Hal itu dijelaskan dalam Hadits berikut:
را ع و كلكم مسئو ل عن ر عيته كلكم…
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya (H. R. Bukhori)
Di samping dalam hadits di atas Rasulullah juga mengingatkan pada Hadits lain agar umatnya tidak menyia-nyiakan amanah, karena hal tersebut akan membawa kehancuran. Penjelasan tersebut dijelaskan dalam Hadits beliau:
إذا اضيعت الأما نة فا نتظر السا عة قيل كيف اضاعتها يا رسول الله قال اذا وسد الأمر إلى غير أهله فا نتظر الساعة
Artinya: “Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancuran. (Waktu itu) ada seorang sahabat yang bertanya, apa (indikasi) menyia-nyiakan amanah itu ya Rasul? Beliau menjawab: “Apabila suatu perkara diserahkan orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”. (H. R. Bukhori)
Dari penjelasan Al Qur’an surat al-Mukminun 8-11 dan kedua Hadits di atas dapat diambil suatu benang merah bahwa dalam ajaran Islam seorang pemimpin harus mempunyai sifat amanah, karena seorang pemimpin akan diserahi tanggung jawab, jika pemimpin tidak memiliki sifat amanah, tentu yang terjadi adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak baik. Oleh karena itu, kepemimpinan sebaiknya tidak dilihat sebagai fasilitas untuk menguasai, tetapi justru dimaknai sebuah pengorbanan dan amanah yang harus diemban sebaik-baiknya. Selain bersifat amanah seorang pemimpin harus mempunyai sifat yang adil. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah dalam firmannya:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat (Q. S. al- Nisa’: 58)
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan… (Q. S. al-Nahl: 90)
Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah sebuah amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya, dengan penuh tanggung jawab, profesional dan keikhlasan. Sebagai konsekuensinya pemimpin harus mempunyai sifat amanah, profesional dan juga memiliki sifat tanggung jawab. Kepemimpinan bukan kesewenang-wenangan untuk bertindak, tetapi kewenangan melayani untuk mengayomi dan berbuat seadil-adilnya. Kepemimpinan adalah keteladanan dan kepeloporan dalam bertindak yang seadil-adilnya. Kepemimpinan semacam ini hanya akan muncul jika dilandasi dengan semangat amanah, keikhlasan dan nilai-nilai keadilan.
Kreteria kepemimpinan yang harus dimiliki dalam Islam adalah:
1.Faktor Keulamaan
- Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.
- Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits.
- Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu.
- Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat.
2.Faktor Intelektual (Kecerdasan)
- Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
- Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan.
- Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).
- Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
3.Faktor Keteladanan
- Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.
- Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah.
- Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
- Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.
4.Faktor Kepeloporan
- Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.
- Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
- Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
- Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
- Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.
5.Faktor Manajerial (Management)
- Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.
- Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.
- Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.
Memilih Pemimpin
Dalam kaitan ini, saya ingin mengajak kaum muslim agar memahami dan melakukan 3 hal seperti berikut ini.
Pertama, sebagai muslim kita perlu bersikap positif dan pro aktif, serta ikut serta mengambil bagian dalam proses pembangunan bangsa, termasuk dalam menentukan dan memilih pemimpin. Dalam pandangan Islam, memilih pemimpin merupakan bagian dari tanggung jawab social Islam (al-mas’uliyah al-ijtima`iyah al-Islamiyah) serta merupakan bagian tak terpisahkan dari kewajiban amar makruf dan nahi munkar. Kita tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawab ini demi terciptanya masyarakat adil dan makmur yang menjadi harapan dan ciata-cita bersama.
Kedua, selanjutnya, sebagai Muslim, kita tentu harus memilih pemimpin yang sesuai dengan criteria dan petunjuk yang diajarkan oleh agama Islam. Perhatikan firman Allah ini:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alas an yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)..? (Q.S. An-Nisa ayat 144).
Perhatikan juga ayat ini:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah ayat 51)
Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menapaki jalan yang benar dan memilih pemimpin yang amanah yang jujur, dan penuh keikhlasan, sehingga negeri ini betul-betul menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang jauh dari bencana karena pemimpinnya semakin dekat pada Allah Swt.
- Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah.
- Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
- Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.
4.Faktor Kepeloporan
- Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.
- Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
- Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
- Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
- Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.
5.Faktor Manajerial (Management)
- Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.
- Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.
- Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.
Memilih Pemimpin
Dalam kaitan ini, saya ingin mengajak kaum muslim agar memahami dan melakukan 3 hal seperti berikut ini.
Pertama, sebagai muslim kita perlu bersikap positif dan pro aktif, serta ikut serta mengambil bagian dalam proses pembangunan bangsa, termasuk dalam menentukan dan memilih pemimpin. Dalam pandangan Islam, memilih pemimpin merupakan bagian dari tanggung jawab social Islam (al-mas’uliyah al-ijtima`iyah al-Islamiyah) serta merupakan bagian tak terpisahkan dari kewajiban amar makruf dan nahi munkar. Kita tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawab ini demi terciptanya masyarakat adil dan makmur yang menjadi harapan dan ciata-cita bersama.
Kedua, selanjutnya, sebagai Muslim, kita tentu harus memilih pemimpin yang sesuai dengan criteria dan petunjuk yang diajarkan oleh agama Islam. Perhatikan firman Allah ini:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alas an yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)..? (Q.S. An-Nisa ayat 144).
Perhatikan juga ayat ini:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah ayat 51)
Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menapaki jalan yang benar dan memilih pemimpin yang amanah yang jujur, dan penuh keikhlasan, sehingga negeri ini betul-betul menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang jauh dari bencana karena pemimpinnya semakin dekat pada Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar