Sabtu, 26 Desember 2015

Letak Akal, Nafsu dan Ruh Manusia Menurut Islam

Kajian tentang otak dan tingkat kecerdasan manusia selalu memunculkan argumen baru dari para ilmuwan. Berbagai jenis buku mencoba mengupas secara detail, tetapi tetap saja tidak ada buku yang mempunyai fakta yang kuat untuk menjelaskan sejauh mana tingkat kecerdasan otak manusia. Bagi anda yang tertarik dengan kajian tersebut, seperti diriku, ada baiknya anda membaca artikel di bawah. Selain itu, Iman anda akan semakin kuat dengan memahami letak tempat AkalNafsu dan Ruh. Ketiga tolak-ukur tersebut merupakan bekal bagi anda untuk menjalani hidup dengan baik.

Letak Akal, Nafsu dan Ruh Manusia Menurut Islam

Allah سبحانه و تعالى sebelum menciptakan manusia, telah terlebih dahulu menciptakan AQAL dan NAFSU, tertera dalam kitab durratun nasihin karangan Syeh Ustman bin Hasan as Syakir. Dalam hadist qudsi di sebutkan, saat Allah سبحانه و تعالى menciptakan Aqal, Allah سبحانه و تعالى mengajukan pertanyaan pada Aqal, Yaa ayyuhal aqli, man anta wa man ana, (Wahai Aqal, siapakah kamu dan siapakah Aku?). Ketika menerima pertanyaan, “Siapa kamu dan siapa Aku?” aqal menjawab “Ana A’bdun wa anta Rabbun.” saya hambaMu Dan Engkau Tuhanku..

Akan dan Nafsu

Di sisi lain, saat Allah سبحانه و تعالى menciptakan Nafsu, dan di ajukan pertanyaan yang sama, nafsu menjawab, Ana ana wa anta anta (Aku ya aku, dan kamu ya kamu), lantas Allah سبحانه و تعالى memasukkan ke neraka panas selama 1000 tahun. Setelah itu nafsu ditanya lagi, namun tetap gak kapok juga dengan menjawab hal yang sama, lantas di masukkan ke neraka dingin selama 1000 tahun. Setelah itu ditanya lagi, tetap juga sama jawabannya, lalu di masukkan ke neraka lapar selama 1000 tahun. Lalu diangkat dan ditanya lagi, baru ia menjawab Ana abdun wa Anta Robbun.

Aqal adalah makhluq suci dengan fithrah Illahi, Aqal itu ibarat kusir yang mengendalikan nafsu.

Dimanakah letak tempat Aqal dan Nafsu
Aqal dan nafsu itu terletak di dalam QOLBU. Qolbu dalam arti jasmani adalah Organ jantung manusia. Diterangkan dalam hadist nabi riwayat muslim, Nabi bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu”". Hadis Riwayat Bukhori

Qolbu dalam bahasa arab artinya jantung. Menurut Imam Al-ghozali, perenungan itu dilakukan mulai dari qolbu yang berpusat di dada, bukan dilakukan melalui pemikiran (al-fikri) dalam otak kepala.

Firman Allah SWT
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَـٰكِن تَعْمَىالْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

afalam yasiiruu fii l-ardhi fatakuuna lahum quluubun ya’qiluuna bihaa aw aatsaanun yasma’uuna bihaa fa-innahaa laa ta’maa l-abshaaru walaakin ta’maa lquluubullatii fii shshuduur QS. Al-hajj 22:46

Artinya: maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai qolbu, dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qolbu yang di dalam dada.

Di jelaskan pada ayat di atas, bahwa qulub atau qolbun itu letaknya fis shuduur, di dalam dada, dan yang ada di dada itu adalah jantung (heart), bukan hati / liver, yang berada di bawah dada, di atas perut.

Dalam alqur’an di jelaskan bahwa sesungguhnya ILMU itu letaknya di jantung qolbun fis shuduur, ilmu itu mencakup Aqal dan Nafsu.

Dalam jantung, ada syaraf-syaraf yang bersambung ke otak. Otak sendiri ada dua bagian, yaitu otak kanan yang disebut EQ, tempat syaraf emosional, seperti marah, sedih, senang, takut, dll. Disinilah yang menghubungkan dengan NAFSU yang berpusat di jantung. Yang kedua yaitu otak kiri yang menghubungkan syaraf memory, kecerdasan, berfikir, daya ingat, rasional, yang disebut IQ pusat intelegensi, di sinilah PUSAT AQAL yang berhubungan dengan syaraf di jantung.

Jantung bukan sekedar pemompa energy yang berupa darah menuju ke otak, sebab jantung adalah pusat segala energy yang ada, detakan jantung itu tidaklah bekerja otomatis, tapi di kendalikan oleh Sang Maha Pengendali. Saat manusia menforsir daya otak kiri-nya, maka jantung bereaksi, begitu juga jika perasaan cinta, benci, senang, sedih, di otak kanan bangkit, maka akan bereaksi pada jantung.

Imam ghozali berpendapat dengan dasar ayat alqur’an di atas, bahwa ILMU itu bukan di otak, tapi di dalam qolbu, penglihatan itu bukan pada mata, tapi di dalam qolbu, pendengaran itu bukan pada telinga, tapi di dalam qolbu, pembicaraan itu bukan pada mulut, tapi di jantung qolbu haqiqotun..

Otak, mata, telinga, mulut, itu hanyalah peralatan yang berupa RAGA yang dikendalikan oleh AQALdan NAFSU yang terletak dalam JANTUNG QOLBU.

Lalu apakah Ruh itu?

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

wayas-aluunaka ‘ani rruuhi quli rruuhu min amri rabbii wamaa uutiitum mina l’ilmi illaa qaliilaa [17:85]

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. QS. al-isra 85

Ruh Manusia

Alqur’an sendiri telah menegaskan, bahwa Ruh itu adalah urusan-Nya, Kita tidak tahu melainkan sedikit, sedikit bagi Allah سبحانه و تعالى akan pengetahuan manusia.

Ruh ibarat Energi, ruh dalam lafadz arab, berasal dari kata “riih” رياح yang maknanya angin.

Dalam ilmu pengetahuan eksak, gerakan angin itu terjadi karena reaksi energi elektromagnetic, yang terus bergerak, energi elektromagnetic ini dalam unsur atom di sebut elektron yang kita rasakan sebagai energi aliran listrik. Dan ternyata, tiada satupun profesor di dunia yang dapat menjelaskan apakah listrik itu dengan paten, seperti halnya tiada seorang ulama’ yang dapat menjelaskan apakah ruh itu.

Yang kita tahu, hanyalah sebatas pengertian bahwa, ruh itu adalah energi yang dapat menghidupkan benda organik, sedangkan listrik itu adalah energi yang dapat menghidupkan benda anorganik.

Jadi, ruh itu bukanlah seperti di film atau gambar, yang berbentuk bayangan, atau asap, sungguh berlepas diri tentang hal itu. Begitu juga listrik, bukan lah petir yang berapi, terang, seperti dalam gambar, itu hanyalah reaksi percikan api, yang panas, sedangkan listrik sendiri tidak berwarna, tidak terlihat, juga bukan kalor atau panas.

Kesimpulanya
RAGA itu di kendalikan oleh AQAL dan NAFSU yang terletak dalam QOLBU yang dapat hidup karena ada RUH dengan KUASA الله سبحانه و تعالى

sumber

Biarkan Hanya Aku Yang Menunggumu



Mungkin mudah bagimu memintaku menunggu. Setahun, dua tahun, atau entah berapa tahun sementara kau dan aku terpisah ruang dan waktu. Memang kadang kelihatannya mudah dan begitu menantang, sebab dalam masa itu, kau dan aku berjuang untuk apa yang sedang kita pertahankan. Mungkin juga menunggu adalah salah satu bentuk kesabaran kita terhadap waktu.

Tapi, sudah benar-benar taukah kau menunggu itu seperti apa?

Aku percaya bahwa kita paham esensi menunggu. Dalam hal ini, aku dan kamu akan menjalani waktu dan kehidupan kita masing-masing. Tapi, menunggu untuk apa? Jika kuuraikan lebih panjang, aku mendapatkan bahwa sebenarnya menunggu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Menunggu hanyalah sesuatu yang kita pahami bahwa (mungkin) sesuatu itu akan tiba, padahal bisa jadi tidak. Namun orang-orang sering lupa betapa pentingnya peran kata “akan” pada penantian mereka. Mereka, mungkin juga kita, lupa bahwa yang kita tunggu itu sering kali tidak nyata.

Hasil dari menunggu pun belum tentu indah, bukan? Semua memang akan indah pada waktunya, tapi bukan berarti menunggu akan selamanya memberi keindahan. Tidak, tidak sama sekali.

Menunggu adalah sebuah usaha. Menunggu adalah sebuah harapan. Menunggu adalah sebuah perjuangan. Menunggu adalah sebuah kesabaran. Menunggu adalah sebuah ujian. Namun ingin kutekankan, bahwa menunggu tidak selalu akan sama seperti yang kau bayangkan sekarang.

Mungkin kau akan lupa bahwa sesingkat apapun waktu untuk menunggu itu, kau dan aku akan melewati jalan yang amat panjang, sendirian. Kau akan menemukan banyak hal baru, aku pun begitu. Kau akan mendapatkan banyak pengalaman baru, aku pun begitu. Kau akan menemukan cerita-cerita baru, aku pun begitu. Dan pastinya, kau dan aku juga akan menemukan banyak sekali orang-orang baru dalam kehidupan kita masing-masing. Tidak akan pernah ada jaminan tentang harapan kita dalam penantian yang kita putuskan bersama.

Di antara orang-orang yang akan kita temukan nanti, ada yang hadir hanya untuk pergi. Namun ada pula yang datang untuk menetap. Jika sudah begitu, biarkan hanya aku yang menunggumu.

Cerpen : masalalu, aku akan pergi


Bagaimana bisa seseorang begitu mencintai pasangan yang selalu mampu membuatmu menangis?

Sepertinya dulu aku juga pernah merasakan hal yang serupa. Ketika cinta tiba-tiba datang menjadi sebuah perangkap. Meski akhirnya kau diam-diam melukis sebuah luka yang samar. Tampak kasat mata bagiku. Hingga airmata, tiba-tiba saja luruh tanpa alasan. Aku terlambat melepasmu. Kubiarkan kamu berlama-lama berada didalam hatiku. Aku tak pernah memilah, aku menganggap pedih itu sebagai bahagia dan ketidak setiaan itu kuanggap sebagai suatu rintangan sepele. Meski ternyata aku salah menilai. Aku pun tak mampu mencari logika, saat cinta benar-benar membuatnya lumpuh.

Mungkin! Mungkin sebuah andai membiarkan kita sejenak kembali ke masa lalu. Harapan dari sebuah hati yang telah rusak. Lalu satu demi satu memory yang harusnya rapuh meledakkan hatiku menjadi sebuah kepingan yang mustahil untuk disatukan. Kamu membuat bahagia tampak terlalu jauh. Sedangkan langkah kaki kita, sudah tak lagi sanggup untuk merangkak. Bukankah tujuan kita terlalu jauh? Lalu mengapa aku masih ingin meraihnya denganmu. Lalu mengacuhkan ribuan sosok yang mungkin lebih baik darimu. Aku tahu, aku terlalu naïf untukmu. Aku selalu berpura-pura mati rasa saat sikapmu melukaiku. Aku masih saja tersenyum.

Ucapkan saja bahwa aku bodoh. Aku terus saja berusaha menarikmu dari bayang masalalu, memaksamu berjalan denganku kearah masa depan. Aku mengambil resiko untuk menyusun cerita yang buruk lagi untuk kita.

“Apa yang salah dengan masa lalu? Aku yakin dia masih memiliki masa depan yang sama!”

Selalu kata itu yang kuucapkan, saat banyak orang lain bertanya “tidakkah kamu ingin berhenti mencintai masalalu-mu?” dan tak ada lagi jawaban yang pantas kuucap. Aku tetap membiarkanmu memasuki hari-hariku. Aku ingin mencintaimu, seperti udara yang tak pernah selesai kau hirup. Namun kisah kita seperti nyanyian-nyanyian bisu, tak pernah terdengar indahnya.

Biarkan saja! Biarkan saja luka-luka ini berdiri diantara kita, katamu. Menghalangiku untuk menyentuhmu. Aku mencintaimu selalu dengan sederhana. Sesederhana airmata yang luruh, atau sesederhana genggaman jemari yang terlepas perlahan. Sepertinya aku tak ingat, sejak kapan cintamu menjadi sebuah duri tajam. Kau hunus hatiku dengan tajam. Hingga tangisku pun tak pernah lagi terdengar ditelingamu. Tidakkah kamu merasakan? Jemariku masih mengusap lembut hatimu dengan tangisku. Kamu tak lagi menjadi payung disegala mendung.

Aku masih ingat tentang sebuah cerita masalalu kita. Saat aku menangis, bahkan pikiran tidak memberiku ruang untuk melepas beban sejenak saja. Kamu disampingku, terduduk diam. Kamu tidak pernah berusaha untuk bertanya keluhku. Ataupun mengayunkan jemarimu untuk mengusap butiran airmata yang turun dengan tegas. Hingga airmata itu memberi bekas yang nyata pada wajahku. Ingin aku bertanya tentang perhatianmu, tapi aku tidak pernah siap untuk terluka lebih dalam. Aku tahu, aku mungkin akan kecewa dengan jawabanmu.

Atau kenangan mana lagi yang kau ingat? Akankah kamu masih mengingat saat kamu mulai menyusun cerita pedih dihadapanku dengan mengeratkan genggaman dengan perempuan lain. Aku mengikutimu dibalik punggung gagahmu. Seperti makhluk halus yang tak pernah kau sadari hadirku. Aku tak bisa melakukan apa-apa lagi. Selain menangisimu disana, lalu memaafkanmu tanpa kau minta.

Kemudian, cinta mana lagi yang kau dustakan? Saat yang lain meninggalkanmu. Aku masih bertahan disampingmu tanpa perlu kamu meminta. Aku membantumu memapah tumpukan beban itu. Meski kamu tak pernah melakukan hal yang sama denganku. Aku tak mengungkitnya.

Saat luka enggan untuk pergi, aku mempertahankanmu. Dengan sedikit saja harapan untukmu berubah. Hanya saja aku lupa, aku tidak akan pernah bisa merubah hati. Ada sentuhmu yang masih aku ingat. Namun kisah-kisah itu hanya menjadi daftar pustaka dari kisah kita berdua. Karena punggungmu terus saja berjalan menjauhiku. Masih pantaskah hubungan ini disebut dengan milik kita? Karena kita tak lagi bersebelahan dan tak lagi bergandengan tangan. Sudah siapkah kamu kehilanganku? Atau apakah aku seharusnya bertanya “pernahkah kamu merasakan hadirku? Seseorang yang tak pernah utuh bagimu.”

Pernahkah kamu berusaha menghitung? Berapa kali hubungan ini hampir saja kandas tanpa alasan? Kamu tak akan pernah bisa menghitungnya. Karena kau mudah meretakkan hatiku dengan sebuah kata singkat. Dan aku mulai lelah menangis. Saat itu aku belajar untuk merelakan dirimu pergi.

Aku mulai berhenti menulis rindu tentangmu dan aku belajar berhenti merajut cinta untukmu. Aku harus menghapus satu persatu agenda yang biasa kita lakukan bersama. Aku rasa perpisahan menjadi sebuah rancangan yang sudah dekat. Bayang kita, sudah terlalu jauh dari kebahagiaan. Sepertinya epilog indah hanyalah sebuah angan yang tak patut dijalankan. Karena kamu pun sepertinya sudah lebih dulu melakukan hal yang sama sepertiku sekarang. Benar-benar tak ada jalan lain lagi untuk bersama. Kita adalah sebuah cangkir yang sudah siap untuk pecah.

Dan malam ini, terakhir kalinya kita menikmati dingin berdua. Karena esok tak akan lagi menyambut kita. Matahari sudah siap membakar habis seluruh kisah kita. Sebuah kisah yang kau bilang tak pernah sempurna. Sepertinya kamu lupa, tak ada kisah yang sempurna jika kamu terus saja menulisnya sendiri. Kamu tetap membutuhkan pasangan untuk membuatnya lengkap. Namun pasangan itu siap kau lepas. Aku juga tak ingin lagi menulis kisah ditelapak tanganmu. Tulisan masa depan yang tak pernah kau eja. Malam ini tak lagi manis, meski bintang mengerling seolah mengajak kita berdansa dibawah malam. Kita menjadi ampas kopi pahit yang tak perlu disesap. Tak ada lagi yang perlu diungkapkan, bukan?

Biarkan, kataku! Biarkan kisah kita berlalu dalam batu nisan di perkuburan kenangan yang tak pernah perlu untuk kita kunjungi lagi. Kamu masalalu, aku masalalu. Mungkin aku tak bisa lagi menarikmu ke masa depan bersamaku. Tapi aku akan membiarkanmu berdiri disini. Aku akan pergi, dengan ciuman yang sebentar dibibirmu. Aku yakin itulah yang paling terakhir. Karena ketika kakiku mulai melangkah maju, aku tak akan menoleh kembali kearahmu. Biarkan masa lalu kita hangus, menjadi abu yang terbang diterpa angin. Dan hilang……








Untuk masalalu, aku akan benar-benar pergi sekarang.

Terima kasih untuk semua luka yang kamu ukir seindah mungkin.





......