Senin, 17 April 2017

Tugas Softskill - UU ITE Pasal 27 dan Contoh Kasus


BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.



Contoh Kasus :

1. Kasus E-book berjudul “Saatnya Aku Pacaran”

Jakarta – KPAI melaporkan penulis dan penerbit buku ‘Saatnya Aku Pacaran’ ke Mabes Polri. Buku itu dinilai melanggar UU Perlindungan Anak, UU Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Buku itu tidak sejalan dengan prinsip perlindungan anak, bertentangan dengan norma kesusilaan, UU pronografi dan UU ITE,” kata Ketua KPAI Asrorun Ni’am Saleh di Bareskrim Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (5/2/2015). Disebut melanggar UU ITE, karena buku itu juga diedarkan dalam bentuk e-book. Menurut Asrorun, Toge si penulis buku dan penerbit Brillian Internasional melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1. Ancaman hukuman untuk pelanggaran pasal ini tercantum dalam pasal 52 ayat 1 UU ITE yaitu sepertiga dari hukuman pokok.

Sementara untuk pidananya, keduanya melanggar KUHP pasal 160. “Ancaman hukumannya 6 tahun penjara,” ujarnya. Asrorun menjelaskan, pelanggaran yang terjadi dalam buku ini khususnya yang dimuat dalam Bab 6 tentang seks tepatnya pada halaman 60. Isi dalam bab tersebut memuat tindak pencabulan, yaitu tindak penghasutan terhadap pembaca yang diarahkan untuk kepentingan remaja.”Itu diarahkan dalam lingkup usia anak-anak yang dibolehkan hubungan seksual di luar pernikahan,” urainya. Maka menurut Asrorun, Toge dan penerbit Brillian Internasional melanggar hak anak untuk memperoleh informasi yang sehat. Anak-anak seharusnya tak diberikan informasi yang menyesatkan semacam “Hubungan seks di luar pernikahan adalah tindakan melawan hukum. Tapi di dalam buku itu justru diberikan pengetahuan,” katanya.

Apalagi menurut Asrorun, buku tersebut telah mengalami 2 kali cetak. Buku-buku tersebut juga telah diedarkan dalam seminar-seminar parenting di sekolah-sekolah. KPAI telah mengkomunikasikan hal itu kepada Toge. Togepun telah mengkonfirmasi kebenarannya dan mengucapkan permintaan maaf. Namun menurut Asrorun, permintaan maaf itu tidak berarti menghentikan proses hukum. “Kami meminta ‎buku tersebut ditarik agar tidak menjadi pegangan bagi anak-anak,” tutupnya.


2. Kasus perjudian dengan menggunakan sarana internet dan SMS dapat dibongkar petugas unit Resmob dan Buncul Satreskrim Polwiltabes Semarang.

Hukum UU ITE Tentang Judi via Internet: Pelanggaran Pasal 27 Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008

Lima orang bandar ditangkap berikut barang buktinya. Mereka bandar judi jenis togel Singapura dan menjajakan kupon di daerah Salatiga. “Mereka kami tangkap berkat laporan dari masyarakat. Setelah kami selidiki dan lakukan penyelidikan, jaringan judi jenis togel Singapura ini kami bongkar. Lima orang bandar kami amankan,” ungkap Kapolwiltabes Semarang Kombes Drs Masjhudi melalui Kasat Reskrim AKBP Roy Hardi Siahaan SIK SH MH, Senin (16/2). 

Tersangka Pokim alias Bagas (37) warga Kumpulrejo III, RT 7 RW 3, Gedongan, Tingkir, Salatiga; Sulistyono (39) warga Jl Flamboyan RT 4 RW 4, Jombor, Tuntang, Kabupaten Semarang; Gustaf Watente (29) warga Jl Purnasari RT 3 RW 2, Kemijen, Semarang Timur; ditangkap di Jalan Sudirman. Adapun dua tersangka yang ditangkap belakangan, yakni Yulianto (35) dan Sri Lestari (28) warga RT 9 RW 4, Pancuran, Tingkir, Salatiga, dibekuk di kediamannya masing-masing.

Kasus judi online seperti yang dipaparkan diatas setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008. Selain dengan Pasal 303 KUHP menurut pihak Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”. Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43 ayat 1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

http://jack-gambling.blogspot.com/2012/04/hukum-uu-ite-tentang-judi-via-internet.html


3.  Kasus Penghinaan Warga Yogyakarta yang dilakukan Florence Sihombing

YOGYAKARTA – Fajar Rianto, pelapor kasus penghinaan warga Yogyakarta yang dilakukan Florence Sihombing, mahasiswi Pascasarjana UGM Yogyakarta, mengaku tidak akan mencabut laporannya. Melalui kuasa hukumnya Erry Supriyanto dan Dwi Saputro, pihaknya kukuh menginginkan proses pidana terhadap Florence. Mereka menginginkan kasus itu berlanjut hingga persidangan. “Tidak, kita tidak akan mencabut laporan, harus jalan terus hingga sampai pengadilan,” kata Erry Supriyanto, kepada wartawan, usai bertemu dengan Direskrimsus Polda DIY Kokot Indarto, di Mapolda DIY, Rabu (3/9/2014).

Alasan tidak ingin mencabut laporan, karena kasus ini sudah masuk ranah pidana. Pihaknya bersama LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura) tidak ingin kejadian serupa dilakukan oleh orang lain.
“Harus ada efek jera, kita tak ingin kejadian ini dilakukan orang lain, hukum itu kaku, lurus, dan tidak melihat siapa yang berbuat,” katanya. Pihaknya tidak memperadukan hasil putusan oleh majelis hakim nantinya. Jika putusan itu nanti ringan, mereka mengaku akan tetap menghormati proses persidangan. “Misal nanti diputus sehari, kita tetap akan terima. Yang jelas kasus ini tidak boleh berhenti di tengah jalan, harus dituntaskan hingga pengadilan,” tambahnya. 

Erry juga menyampaikan, alasan yuridis mengenai kasus ini, yakni ada unsur melakukaan pelanggaran Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 2 UU No 11 tahun 2008, Junto Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Bunyi dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik. Sedangkan bunyi Pasal 28 ayat 2 berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informassi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan. “Unsur pelangarannya sudah jelas, harus tetap diproses sampai tuntas,” pungkasnya.

4. Kasus dugaan pengancaman dan pemerasan melalui media sosial

Bintang.com, Jakarta Perempuan bernama Maratul Habibah alias Ara melaporkan Ina Thomas, istri Jeremy Thomas ke polisi dengan dugaan pengancaman dan pemerasan melalui media sosial. Ina disangkakan dengan pasal 369 KUHP Jo Pasal 29 UU ITE Jo Pasal 45 UU ITE Jo Pasal 55 KUHP. Ancaman hukumannya 12 tahun penjara. Tujuan Ara melaporkan Ina agar ia jera.

Mengingat ancaman hukumannya di atas 5 tahun, Firman Candra, kuasa hukum Ara berharap pihak penyidik melakukan proses BAP dengan beberapa pihak terkait supaya ini di lanjutkan dengan proses berikutnya. Dengan pelaporan ini Ara ingin memberi efek jera terhadap istri Jeremy tersebut.
"Tadi kita melaporkan cuma ingin memberi efek jera supaya tidak ada Ina Thomas Ina Thomas lainnya yang melakukan tindakan pencemaran nama baik, ancaman dan kekerasan lewat konvensional mau pun lewat media sosial," kata Firman usai melaporkan Ina Thomas di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2015). 
Bukan hanya kliennya, lanjut Firman, akan ada lagi laporan yang dilayangkan orang lain terhadap Ina dengan kasus yang berbeda-beda. "Nanti ada berikutnya dan tidak etis untuk diomongkan sekarang karena belum ada laporan ke polisi, inisial saja kali ya, KT, PA,DP, AI, AS, total 19 sosialita," lanjutnya.
Lebih lanjut Firman mengatakan, kliennya jadi terauma atas perlakuan yang diduga dilakukan Ina. Bahkan sampai membuat Ara depresi. "Enggak bisa bekerja dan hal-hal yang membuat depresi dan utuh nilainya sangat besar dibanding 25,5 milyar dan rencananya kita akan meminta kerugian tiga kali lipat. Ya kita ikut proses hukum aja," ujar Firman.

Konflik Ina dengan Ara ini berawal dari sengketa tanah dan bangunan yang terjadi pada 2013 silam. Patrick Alexander yang diketahui suami Ara menuduh Jeremy Thomas menyerobot tanah dan bangunan villa miliknya. Pada saat itu Jeremy balik menuduh Patrick karena menempati lahan yang ada di daerah Ubud, Bali, tersebut secara ilegal.


Polemik Pasal 27

Menkominfo: Pasal 27 Ayat 3 UU ITE Tidak Mungkin Dihapuskan

Jakarta, Kominfo - Banyak kalangan menginginkan pasal 27 ayat 3 di Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk dihapus.

Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Alasannya, karena pasal 27 ayat 3 UU ITE yang biasa disebut dengan “pasal karet” sebagai undang-undang yang berbahaya. Terlebih lagi jika diterapkan oleh pihak-pihak yang tak paham soal dunia maya. Selain itu, pasal tersebut juga bisa digunakan dengan mudah untuk menjerat orang-orang demi membungkam kritik.

Menanggapi keinginan tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara secara tegas mengatakan pasal 27 ayat 3 di UU ITE tersebut tidak mungkin dihapuskan.

Jika pasal tersebut dihilangkan, efek jera terhadap para pelanggar hukum akan hilang, tegas Rudiantara di sela-sela acara “Dialog Kemerdekaan Berekspresi di Media Sosial Indonesia”, di Hotel Aryaduta Tugu Tani, Jakarta, Selasa (3/2).

Menurut Rudiantara, pasal tersebut sebenarnya memiliki peran besar dalam melindungi transaksi elektronik khususnya di dunia maya. Namun, hanya saja dalam penerapannya sering terjadi kesalahan. “Yang salah bukan pasal 27 ayat 3-nya, melainkan adalah penerapan dari pasal 27 ayat 3 tersebut,” ujarnya.

Akibat kesalahan penerapan tersebut, lanjut dia, sebanyak 74 orang telah menjadi “korban” dari UU ITE tersebut. “Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa teman-teman, terlepas siapa benar siapa salah. Saya melihat UU ITE secara makro, karenanya saya bilang UU ini tidak salah. Namun untuk kasus ini (korban UU ITE-red), I'm with you. Kalau enggak, saya enggak bakal ada di forum ini,” kata Rudiantara.

Revisi adalah salah satu solusi agar tidak lagi ada korban akibat salah penerapan pasal. Solusi kedua adalah melakukan pembicaraan dengan aparat penegak hukum agar lebih hati-hati dalam menerapkan pasal ini di UU ITE, tegasnya.

Sementara, Meutya Hafid, Anggota Komisi I DPR RI, menyebut pasal 27 ayat 3 UU ITE sangat berbahaya. Terlebih lagi jika diterapkan oleh pihak-pihak yang tak paham soal dunia maya. “Kalau saya pribadi tentu ingin dihapus saja. Karena sudah tergantikan dengan adanya KUHP,” kata Meutya yang juga hadir dalam acara tersebut.


Namun ia meragukan soal kemungkinan dihapusnya pasal ini dari Undang-undang, karena hal itu melibatkan banyak pihak yang juga punya kepentingan lain (Az).


Sumber :
1
2
3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar